Kamis, 27 November 2008

Beli Bra di Petisah

Gue punya nenek….
Nenek sepermainan, Ah Ah Ah…

GUBRAK… kok malah jadi lagu? Iya kali ini gue bakal bercerita tentang sebuah kejadian yang berawal dari belas kasihan nenek gue dan berakhir di pasar Petisah (sebuah pasar di kota Medan). Penasaran?

Jadi begini ceritanya.

Nenek gue lahir di jaman dahulu kala (sumpah bukan jaman manusia purba, nenek gue bukan dari spesies Pithecantropus erectus kok). Seperti yang kita semua tau (oke, mungkin ga semua orang tau, tapi seenggaknya banyak orang yang tau, buktinya gue yang sering didaulat adek gue sebagai Manusia Modern Berpengetahuan Umum Sempit aja tau) kalau orang jaman dulu itu anaknya banyak-banyak, termasuk keluarga nenek gue. Bahkan gue sendiri ga tau berapa pastinya jumlah semua saudara kandung nenek gue, yang gue tau cuma almarhum nenek pensiun (sebutan gue buat nenek buyut gue, alasannya bakal gue certain lain kali, itu juga kalo gue inget) melahirkan anak-anak yang hampir semuanya tidak memiliki jalan pikiran yang normal. Setelah baca cerita gue, lu bakal ngerti kenapa gue bilang begitu.

Kayak yang gue bilang tadi, nenek gue punya banyak adik, yang bakalan ada di cerita ini ada dua orang, sebut saja namanya nenek San-san (soalnya dia hobi nyanyi lagu Jepang yang buat gue kedengerannya kata-katanya cuma "Yan san san, yan sin sin, i shia sin sin sin, dst,,,) dan nenek Md yang tinggal di Medan. Nenek San-san ini bisa dibilang adek nenek gue yang jalan pikirannya paling lain dari yang lain. Ga percaya? Bayangin aja, mana ada nenek-nenek umur hampir 60 tahunan, berkulit gelap jalan-jalan di salah satu pantai di Bali dengan celana pendek, tanktop item, topi lebar ala artis-artis sinetron yang lagi jalan-jalan di pantai, terus sambil ngerokok. Ga sanggup bayangin, tenang aja, gue juga ga pernah sanggup buat ngebayanginnya kok, sayangnya ada bukti yang sangat nyata yaitu foto-foto dia dengan pakaian tersebut diatas sambil mejeng di pantai. Sedangkan nenek Md adalah seorang nenek-nenek yang sedikit lebih tua dari nenek San-san, berkulit putih dengan tubuh gemuk dan besar.

Nah, cerita punya cerita, waktu nenek gue lagi di Medan, nenek gue dan nenek San-san meledek nenek Md yang saking ‘lebarnya’ selalu beli baju dengan ukuran paling besar, itu pun masih harus ditambal lagi sampingnya karena tetap ga muat. Pada saat itu, terungkaplah suatu fakta mengejutkan bahwa ternyata nenek Md cuma punya satu bra, itu pun sudah banyak tambalannya, bukan karena tidak mampu beli, tapi karena ga ada lagi yang muat. Pada saat tau hal tersebut nenek gue yang pikirannya selalu tertuju pada ‘Saat-saat Darurat Kalau Terpaksa Digotong Ke Rumah Sakit’ mengemukakan pendapat yang cukup ekstrem, yaitu, “Hei, Md. Masa cuma satu BH mu. Gimana kalau nanti (mulai deh kata-kata khasnya keluar) kau terpaksa digotong ke rumah sakit, terus waktu dokternya mau periksa, baju kau dibuka dan dilihatnya BH kau tambalan semua? Apa tak malu kau?”

Tapi, biarpun begitu, nenek gue sebenarnya orangnya cukup perhatian, maka keesokan harinya ia mengajak nenek San-san untuk pergi ke Petisah buat belanja oleh-oleh sekaligus mencari BH untuk nenek Md. Nenek San-san diajak bukan hanya karena dia orang Medan yang lebih tau seluk beluk kota Medan, bukan juga karena dia nenek-nenek preman Medan, tapi karena dia dianggap lebih tau ukuran bra nenek Md. Jadilah mereka memulai petualangan mereka di pasar Petisah. Ternyata benar kata nenek Md, mencari bra ukurannya memang susah. Jadilah nenek gue yang mulai capek sampai di kios bra terakhir. Setelah mengubek-ngubek dagangan pemilik kios, nenek gue menemukan bra yang ukurannya paling besar. Nenek gue pun bertanya pada nenek San-san, kalau-kalau bra tersebut muat untuk nenek Md. Bukannya menjawab nenek San-san malah sibuk meletakan cup bra tersebut ke kepalanya. Jelas saja nenek gue, pemilik kios dan orang-orang yang ada di sekitar situ bingung dan terkikik. Ya iyalah gimana ga kaget coba, ngeliat ada Crayon Sinchan berwujud nenek-nenek keling memakai topi bra di kepalanya?

Sumpah, ini bukan nenek gue

Karena merasa malu, nenek gue pun menanyakan keanehan yang dilakukan nenek San-san, dan mau tau apa jawabannya? Eng ing eng… “Ah, tak muat BH ni buat Kak Md. Buktinya tak muat di kepalaku, ukuran dia sama persis dengan kepalaku. Sudah kuukur kemarin BHnya.”

Gubrak… Nenek gue dan pemilik kios cuma bisa bengong dan geleng-geleng kepala. Ga tau mau ngomong apa lagi sama adik nenek gue yang satu ini. Dimana lagi coba ada orang yang make kepala untuk mengingat ukuran cup bra?

Gue benci sama orang jorok. Oke, gue pribadi sendiri emang bukan orang yang rajin bersih-bersih. Kamar gue pun ada kalanya kayak kapal pecah, semua buku pindah dari rak buku ke meja belajar sampai ga ada lagi tempat di meja buat sekedar nyalain laptop apalagi belajar. Komik dan novel bertumpuk di lemari kecil samping tempat tidur gue, baju yang sudah dipakai sebentar tapi belum kotor ditumpuk gitu aja di atas kursi, lemari baju gue ga beraturan, kaos ditumpuk sama kemeja dan dress, celana jeans ditumpuk sama rok. Tapi satu yang pasti, di kamar gue ga berserakan sampah (oke gue ngaku, kadang-kadang ada jg sih plastik berserakan) dan debu cuma ada di tempat-tempat yang sulit dijangkau dan tidak terlihat, kayak di bawah tempat tidur dan meja dan atas lemari. Seprai kasur gue pun diganti tiap minggu dan bedcovernya tiap sudah kotor. Jendela kamar selalu gue buka tiap hari, supaya udara di kamar gue bisa bertukar dan kamar jadi ga lembab. Mungkin karena nyokap gue orang yang paling bawel lihat rumah berantakan, ditambah lagi gue punya alergi debu dan asma. Dan kebiasaan gue di rumah bikin gue jadi agak malas sama orang jorok.

Ada seorang teman gue yang baik dia maupun keluarganya cuek sama kebersihan, alhasil walaupun gue seneng temenan sama dia, tapi gue paling malas main ke rumahnya, apalagi kamarnya. Pakaian kotor berserakan dimana-mana, seprai tempat tidur jarang diganti walau sudah dekil, bukan karena ga punya seprai lain tapi karena malas. Ditambah lagi kamarnya ga ada jendela dan ac menyala dua puluh empat jam non-stop. Itu semua bikin kamarnya jadi terasa lembab dan suram. Kalau gue lagi di kamarnya, otak khayalan tingkat tinggi gue langsung beraksi, gue ngerasa kalau gue adalah jamur yang hidup di habitat gue (tempat lembab) atau gue ngerasa kalau paru-paru gue isinya sudah jamur dan debu semua.

Lain lagi cerita temen gue yang lain. Temen gue yang satu ini anak kos, yang biarpun cowok tapi gue anggap orangnya cukup rapi. Nah temen gue ini punya kiat jitu kalau kamarnya lagi berantakan. Dia mengajak gue dan temen-temen segeng buat nongkrong di kosannya yang memang menjadi basecamp kami karena kosan dia mengijinkan cewek masuk juga, asal ga macem-macem. Alasannya simpel, karena gue dan salah seorang teman cewek gue ga suka berantakan, jadi setiap mau pulang kami pasti merapikan kamar dia, minimal seprai dan selimutnya. Kurang ajarnya setiap kami di kosannya, dia selalu mengeluh kalau malamya di kamarnya dia jadi banyak rambut, karena rambut cewek jelas lebih mudah rontok dibanding cowok.

Nah, gue punya cerita cukup heboh dengan hal yang berhubungan dengan kejorokan. Suatu hari, gue dan temen gue, Vashty Si Anak Kecil yang Berpikiran Amat Sangat Vulgar, baru mau pulang dari kampus. Rencananya gue mau ngegosip di rumah Vashty. Sebelum pulang, karena laper, kita memutuskan buat beli makanan dulu. Nah, setelah sebungkus nasi goreng sedang dan mie goreng pedas plus kerupuk sudah ada di tangan kami, kami pun memanggil abang tukang taksi.

Taksi pertama yang kami panggil adalah taksi tarif lama berwarna putih. Taksi itu melambat melewati kami. Sialnya waktu kami mengejar taksi itu, eh tuh taksi malah ngeloyor gitu aja. Akhirnya datang taksi kedua, sebuah taksi tarif lama juga berwarna biru dengan lambang kuning tokai. Kami pun bergegas naik karena takut tuh taksi kabur juga. Belum jauh perjalanan, kami baru sadar kalau ternyata taksi itu tidak hanya mengangkut dua penumpang. Seekor anak kecoa muncul dari belakang kursi pak supir. Langsung saja kecoa kecil itu terbang karena kibasan handout yang gue pegang. Masalah selesai? Ternyata belum saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Ternyata bau nasi goreng dan mie goreng kami mengundang perhatian semua penumpang taksi tersebut. Mereka pun tanpa malu-malu menunjukan wajah mereka. Dan kali ini yang muncul bukan cuma anak kecoa seperti mulanya, tapi juga anak, cucu, ibu, bapak, kakek, nenek, om, tante, sepupu, keponakan dan biang kecoa alias BANYAK BANGET! Gue sama Vashty yang emang sebenernya jijik banget sama yang namanya kecoa pun cuma bisa melakukan pencak silat bersenjatakan handout sambil geser sana sini. Sialnya, medengar kericuhan di belakang si supir taksi cuma nanya, “Kenapa mbak?”. Brengseknya, pas kita jawab banyak kecoa tuh tukang taksi malah dengan santainya bilang, “oh kecoa”. MAKSUD LOE??! Secara dia sudah mengangkut puluhan penumpang gelap di taksinya dan dia cuma bereaksi, “oh kecoa”? Apa mungkin tuh kecoa masih saudara sama tuh supir taksi ya, jadi dia ga berani ngusir tuh kecoa. Kali aja dalem hati dia bilang, “Aduh, ibu mertua gue iseng banget sih, gangguin penumpang.” Oh my cat is so cute, kapan sih nih taksi bakal sampai di rumah Vashty, mana macet lagi, Hosh!

;;

Template by:
Free Blog Templates