Rabu, 17 Desember 2008

Persahabatan

Ada yang bilang klo persahabatan itu ga akan kekal. Pasti ada saatnya kita berpisah, ada saatnya kita melupakan sahabat, atau mungkin juga sahabat berubah menjadi musuh.

Sebagai contoh kita liat kasus seleb:

- Paris Hilton & Nicole Richie --> mereka sempet sahabatan, bubaran karena Nicole dianggap lebih populer dari Paris dan sekarang temenan lagi.

- Nicole Kidman & Naomi Watts --> persahabatan mereka retak hanya karena Nicole mendapatkan peran dalam film yang diinginkan Naomi 'I Don't Know How She Does It'

- Victoria Becham & Katie Holmes --> persahabatan mereka retak lagi-lagi karena hal sepele. Sebelum pernikahan Katie dan Tom Cruise, Vic merasa tubuh Katie masih kurang kurus dan memberikan resep diet pada Katie. Bukannya senang atau berterima kasih, Katie justru tersinggung dengan perlakuan Vic yang dianggap mengejek dirinya.

- (Again) Paris Hilton & Britney Spears --> ini yang paling parah, persahabatan mereka retak cuma karena cowok. Yup, Paris dikabarkan tidak suka jika Brit dekat dengan mantan pacarnya Brandon Davis.

Dari cerita-cerita diatas gw mengambil kesimpulan kalau persahabatan kadangkala dijalani bukan karena keinginan bersahabat atau perasaan sepaham, tapi lebih karena popularitas. Persahabatan seperti itu akan mudah hancur oleh hal-hal kecil seperti popularitas, gengsi atau cowok/cewek.

Kalau persahabatan antar manusia aja susah, gimana persahabatan manusia dengan hewan? Well, banyak orang bilang kalau kita berpisah dengan sahabat hewan kita, maka cepat atau lambat si hewan akan melupakan kita. Kadangkala itu membuat gw berpikir, apa peliharaan-peliharaan gw yang dulu gw kasih ke teman atau saudara untuk diadopsi masih ingat gw? Gimana dengan peliharaan-peliharaan gw yang hilang karena dicuri atau hilang gitu aja? Apa mereka masih inget gw?

Well, video ini bikin gw sadar kalau persahabatan dengan hewan justru lebih kekal dari perasaan manusia itu sendiri. Gw sempet nangis waktu lihat video ini.


Video ini bercerita tentang dua orang yang mengadopsi seekor singa kecil yang mereka beri nama Christian. Ketika sang singa menjadi dewasa dan tidak bisa ditampung lagi di rumah mereka, mereka memutuskan untuk mengembalikan si singa ke habitatnya di Afrika. Setahun kemudian mereka mengunjungi sang singa di Afrika, tanpa berharap banyak karena kata seorang guide singa yang sudah kembali menjadi liar tidak akan ingat pada mereka. Namun kenyataannya tanpa ragu-ragu Christian yang sudah kembali liar menghampiri dan 'memeluk' mereka untuk melepas rindunya.



Rabu, 03 Desember 2008

Tragedi Jeep Tua dan Kentut Maut

Masih seputar kejadian sewaktu nyokap bokap gw pergi ke Medan dan gue masih jadi penanggungjawab di rumah. Suatu malam adek gue yang paling kecil, Nisa si wajah antagonis yang suka ga jelas mengeluh sebelah telinganya sakit. Gue pun bertanya kalau-kalau sebelumnya dia melakukan korek-mengorek telinganya, kali aja kecolok gichu…. Tapi Nisa bilang dia ga mengorek-ngorek telinganya, lalu gue pun sok mendiagnosa, mungkin salah bantal, tapi Nisa bilang telinganya sakit dari kemarin. Gue pun jadi khawatir, karena adek gue yang satu ini memakai hearing aid, sebuah alat bantu pendengaran, jadi masalah penyakit telinga bisa jadi masalah besar buat adek gue. Gue pun menelpon om Udi untuk mengantarkan adik gue ke dokter 24 jam dekat rumah. Om gw setuju, itung-itung sekalian mengantarkan nenek gue buat nginep di rumah gue.

Kami bertiga pergi ke dokter 24 jam naik mobil jeep tua berwarna biru milik om Udi. Om Udi nyetir, terus kududuk samping pak kusir yang sedang bekerja, mengendarai kuda supaya baik jalannya, hei… (gubrak… kok malah jadi keterusan nyanyi?) Maksud gue, gue duduk di kursi depan dan adek gue duduk di kursi menyamping di belakang gue. Perjalanan perginya sih ga ada masalah, semua lancar, kami pun sampai di tempat praktek dokter dengan selamat. FYI aja nih, om Udi baru seminggu lalu bawa nenek gue berobat ke dokter ini, terus kemarin giliran Fina, anak bungsunya yang ke dokter karena demam dan telinganya sakit. Pas ngeliat om gue, adek si dokter gigi yang membukakan pintu langsung menanyakan siapa lagi kali ini yang diantar om gue.

Nah masalah baru terjadi pas perjalanan pulang. Asal tau aja ya, Nisa si wajah antagonis yang suka ga jelas ini orangnya sama sekali ga bisa diem, kayak cacing kepanasan, grabak-grubuk sendirian padahal badannya bongsor dan sama sekali ga imut, yah maklum deh, namanya juga anak ga jelas. Nah di perjalanan pulang Nisa si wajah antagonis yang suka ga jelas ini mulai kambuh ga bisa diemnya, geser sana, geser sini sampai akhirnya terjadi tragedi itu. Pas masuk komplek rumah gue, ada banyak polisi tidur yang kurang kerjaan dari pagi-siang-malem sampai pagi lagi kerjanya tidur di jalanan, salah satunya di depan masjid komplek. Nah, sialnya waktu itu om gue bawa mobil dengan kecepatan yang lumayan tinggi sambil bercanda. Pas sampai di polisi tidur, om gue ga sempat ngerem. Sialnya lagi Nisa si wajah antagonis yang suka ga jelas lagi geser ke dekat pintu, jadi waktu mobil naik di polisi tidur dengan cepat, dia kehilangan keseimbangan, tangannya pun mendorong pegangan pintu belakang. Karena kaget om gue pun mengerem mendadak, saat itu pula terdengar bunyi, “BRUK…”. Gue dan om gue langsung refleks menengok ke belakang, dan pemandangan yang kita lihat adalah pintu mobil terbuka lebar dan Nisa si wajah antagonis yang suka ga jelas udah ga ada di kursi. Kami pun panik karena kami pikir Nisa si wajah antagonis yang suka ga jelas udah jatuh keluar dan tidur-tiduran di aspal. Begitu saar ternyata kami menemukan Nisa sudah terjatuh dari kursi, terduduk di lantai mobil dengan kaki, tangan dan mulut terbuka lebar dengan wajah syok. Melihat itu, bukannya membantu, kami langsung tertawa terbahak-bahak dan gue pun berkata, “Untung Nisa ga beneran jatuh keluar, kalau iya, kan ga lucu kalau kita balik lagi ke dokter terus adek si dokter bilang, kali ini kenapa lagi? Masa iya kita mau bilang si Nisa ketinggalan?” kata gue sambil terus ketawa dan langsung menceritakan kejadian tersebut sama Nita si gendut rajanya jutek plus senga dan nenek gue.


saksi kejadian

Gue pikir kegilaan malam itu akan berakhir sampai disitu, tapi ternyata gue salah. Seperti biasa gue selalu tidur malam. Apalagi waktu itu di HBO disiarkan film dengan genre favorit gue dan Nisa si wajah antagonis yang suka ga jelas : horror dan psikopat, yaitu Texas Chainsaw Masacre dan dilanjutkan Imaginary Friend. Gue baru masuk kamar sekitar jam satu. Karena penyakit ac gue lagi kumat, panas banget, kayak pake pemanas bukannya ac, gue pun merendahkan temperatur ac gue dan berusaha untuk tidur. Tapi apa boleh buat penyakit insomnia gue kumat. Nah yang jadi masalah, gue kalau lagi tidak bisa tidur, selalu aja jadi anyang-anyangan, bawaannya pengen ke wc terus, kalau perlu makan di wc, tidur di wc, mandi di wc, pipis di wc, boker juga di wc (yang tiga terakhir emang wajar yah?). Waktu gue baru dari wc, nenek gue bangun dan gantian ke wc. Pas selesai nenek gue langsung tiduran membelakangi gue, gue pikir nenek gue yang selalu ngakunya ga bisa tidur padahal ngoroknya 7 oktaf ngalahin Mariah Carey sudah tidur dan gue pun berusaha untuk tidur juga, sampai gue mendengar suara maut “DUUUTTTT………..” panjang dari pantat nenek gue. Pada saat gue bengong karena suara maut dari nenek gue, nenek gue yang selalu ngakunya ga bisa tidur padahal ngoroknya 7 oktaf ngalahin Mariah Carey yang gue kira udah tidur malah terkikik. Sial! Bagus (bukan Bagus pasangannya Bobby di super soulmate loh), ternyata nenek gue belum tidur dan bukannya tidur dia malah ngentutin cucunya yang paling manis ini. Emang nenek gue paling-paling deh, ga ada yang ngalahin.

Besoknya, nenek gue ga mau nginep lagi di rumah gue, padahal bonyok gue masih di Medan. Alasannya karena kasur gue sempit, jadi kalau ada nenek gue, nenek gue takut gue ga bisa tidur, padahal selidik punya selidik, nenek gue cuma malu karena kentut maut semalam. Dasar!

Lucunya pas nyokap gue udah pulang, nenek gue mengeluh kalau sejak nginep di rumah, nenek belum bisa boker. Karena kasihan, akhirnya gue beli Dulcolax (itu loh, obat buat sembelit, yang dimasukin ke dalam anus) buat nenek gue. Gue bilang, pakenya dimasukin saja ke pantat, paling ‘sebentar’ juga bereaksi. Eh, nenek gue malah mengartikan ‘sebentar’ yang gue bilang dengan sangat cerdas. Gimana enggak, nenek gue make Dulcolax-nya di kamar mandi, bukannya di tempat tidur. Dan pinternya lagi nenek gue ccuma mencelup-celupkan obat tersebut sampai meleleh, bukannya dimasukan saja semua dengan alasan takut ganjel dan ga bisa keluar lagi. Dasar nenek, emangnya dia pikir Dulcolax itu teh celup apa?


dimana coba persamaan

kedua benda ini?



Dulcolax jenis lama
Dulcolax jenis baru

Pesta Pizza

Suatu ketika, mama harus dinas ke Medan selama seminggu, pada hari Kamisnya, papa menyusul, itung-itung mau ketemu saudara. Jadilah selama empat hari gue sebagai anak tertua jadi penanggungjawab di rumah. Pada hari Sabtunya, karena suntuk di rumah tapi dilarang mama via telepon untuk pergi ke mal karena katanya ‘Bahaya, Lagi Banyak Teror Bom Gara-Gara Amrozi Dieksekusi’ akhirnya gue dan adek-adek gue memutuskan untuk pergi makan siang di Slipi Jaya (ini ga masuk hitungan mal, kalau kalian pernah ke Slipi Jaya pasti tau alasan gue bilang begitu) dan pulangnya kita pergi ke rumah nenek yang tinggal ngesot dari rumah dan bakal disana sampai malam buat nonton vcd-vcd yang gue sewa non-stop, mulai dari salah satu film psikopat favorit gue, Valentine, film Pirates Of Caribean yang Dead Man Chest sama At The End World (bener ga itu judulnya? Agak lupa gue), sampai film Tarix Jabrix-nya The Changcuters.

Malamnya, sekitar jam tujuh, waktu lagi permulaan film Pirates yang At The End World, perut kita udah mulai laper. Awalnya om gue ngajak kita buat keluar cari makan, gue pun mencetuskan ide gue buat makan roti cane kari ayam di Sabang yang rasanya mak nyus abis, cobain deh, tempatnya ada di kaki lima di pojokan Sabang seberang Rumah Makan Garuda (promosi abis !!!). Tapi ternyata cuaca berkata lain, di luar hujan. Masalahnya, mobil om gue adalah jeep tua yang ga ada ac-nya. Ga mungkin dong kita pergi sambil buka kaca, entar kebasahan, tapi kalau tutup kaca, pengap. Mau ngambil mobil ke rumah, tetep aja harus naik mobil, ga mungkin ujan-ujanan naik motor, bisa-bisa basah kuyup, mana jalanan becek, ga ada ojek, muka lecek, badan bau kechek (kok jadi slogannya Cinta Laura?). Dan lagi setelah dipikir-pikir gue juga ga mau makan kuah kari campur air hujan.

Akhirnya, emang dasar otak gue pinter, gue pun menelpon Pizza Hut Slipi Jaya. Setelah menyebutkan alamat rumah nenek gue, gue pun memesan satu loyang pizza super supreme ukuran large, satu loyang pizza meat lovers ukuran large, sama satu loyang pizza deluxe chesse ukuran medium, pinggirannya semua biasa aja, ga usah pake macem-macem. Ga pakai lama ya mbak, oiya saos sambalnya yang banyak (loh kok jadi mesen?).Oiya buat catatan gue mesen sebanyak itu karena saat itu di rumah nenek gue selain ada nenek gue dan kita bertiga, juga ada om Udi, anak nenek gue yang paling bungsu, tante Susi, istrinya om Udi, dua ekor anaknya Bagas dan Fina (tapi Finanya lagi tidur jadi ga bisa main makan), satu ekor keponakan gue yang lain, Dena dan bokapnya om Ade.

Lima belas menit kemudian pizza pesenan gue pun datang dan langsung diserbu oleh semuanya. Nenek gue yang ga suka keju pun memilih satu potong pizza meat lovers. Baru makan setengah potong, nenek gue pun langsung mengeluarkan suara maut penghilang nafsu makan yaitu “HUEKS…”. Nenek gue pun langsung menghibahkan potongan miliknya pada om Udi yang disambut cengiran dan kata-kata pujian sayang “Mama norak ah!” dari om gue yang paling bandel tersebut. Hanya dalam sepuluh menit, tiga loyang pizza sudah tamat tak berbekas (serius, bahkan si Bagas sampai menjilati karton bekas yang terkena lelehan keju. Gue rasa mungkin masak tuh pizza menghabiskan waktu lebih lama daripada kita makannya). Nenek gue yang baru kembali dari dapur buat minum pun bertanya kenapa kita semua udah berhenti makan. Waktu kita jawab karena pizzanya udah habis, nenek gue ga percaya kalau kami bisa ngabisin pizza sebanyak itu hanya dalam waktu sepuluh menit. Sayangnya, yang nenek gue ga tau adalah gue dan adek-adek gue plus om Udi adalah monster pizza yang mampu menghabiskan masing-masing setengah loyang dalam waktu yang sama dengan yang lain makan satu potong tanpa ngerasa eneg (buset, panjang bener ya kalimatnya?). Nenek gue pun berdiri dari kursi singgasananya dan mengahampiri kotak-kotak pizza yang telah kosong di meja. Saat melihat kalau kotak-kotak tersebut memang benar-benar sudah tidak ada isinya lagi, nenek gue pun mengeluarkan kalimat ekstrem lainnya, yaitu, “LAILAHAILALLAH, bisa kalian habiskan pizza sebanyak itu, hanya sepuluh menit da? Nenek makan setengah potong aja udah muntah.” katanya sambil setengah berteriak. Kita pun cuma cengar-cengir sambil memegang perut yang belum cukup kenyang sebenarnya.

Kamis, 27 November 2008

Beli Bra di Petisah

Gue punya nenek….
Nenek sepermainan, Ah Ah Ah…

GUBRAK… kok malah jadi lagu? Iya kali ini gue bakal bercerita tentang sebuah kejadian yang berawal dari belas kasihan nenek gue dan berakhir di pasar Petisah (sebuah pasar di kota Medan). Penasaran?

Jadi begini ceritanya.

Nenek gue lahir di jaman dahulu kala (sumpah bukan jaman manusia purba, nenek gue bukan dari spesies Pithecantropus erectus kok). Seperti yang kita semua tau (oke, mungkin ga semua orang tau, tapi seenggaknya banyak orang yang tau, buktinya gue yang sering didaulat adek gue sebagai Manusia Modern Berpengetahuan Umum Sempit aja tau) kalau orang jaman dulu itu anaknya banyak-banyak, termasuk keluarga nenek gue. Bahkan gue sendiri ga tau berapa pastinya jumlah semua saudara kandung nenek gue, yang gue tau cuma almarhum nenek pensiun (sebutan gue buat nenek buyut gue, alasannya bakal gue certain lain kali, itu juga kalo gue inget) melahirkan anak-anak yang hampir semuanya tidak memiliki jalan pikiran yang normal. Setelah baca cerita gue, lu bakal ngerti kenapa gue bilang begitu.

Kayak yang gue bilang tadi, nenek gue punya banyak adik, yang bakalan ada di cerita ini ada dua orang, sebut saja namanya nenek San-san (soalnya dia hobi nyanyi lagu Jepang yang buat gue kedengerannya kata-katanya cuma "Yan san san, yan sin sin, i shia sin sin sin, dst,,,) dan nenek Md yang tinggal di Medan. Nenek San-san ini bisa dibilang adek nenek gue yang jalan pikirannya paling lain dari yang lain. Ga percaya? Bayangin aja, mana ada nenek-nenek umur hampir 60 tahunan, berkulit gelap jalan-jalan di salah satu pantai di Bali dengan celana pendek, tanktop item, topi lebar ala artis-artis sinetron yang lagi jalan-jalan di pantai, terus sambil ngerokok. Ga sanggup bayangin, tenang aja, gue juga ga pernah sanggup buat ngebayanginnya kok, sayangnya ada bukti yang sangat nyata yaitu foto-foto dia dengan pakaian tersebut diatas sambil mejeng di pantai. Sedangkan nenek Md adalah seorang nenek-nenek yang sedikit lebih tua dari nenek San-san, berkulit putih dengan tubuh gemuk dan besar.

Nah, cerita punya cerita, waktu nenek gue lagi di Medan, nenek gue dan nenek San-san meledek nenek Md yang saking ‘lebarnya’ selalu beli baju dengan ukuran paling besar, itu pun masih harus ditambal lagi sampingnya karena tetap ga muat. Pada saat itu, terungkaplah suatu fakta mengejutkan bahwa ternyata nenek Md cuma punya satu bra, itu pun sudah banyak tambalannya, bukan karena tidak mampu beli, tapi karena ga ada lagi yang muat. Pada saat tau hal tersebut nenek gue yang pikirannya selalu tertuju pada ‘Saat-saat Darurat Kalau Terpaksa Digotong Ke Rumah Sakit’ mengemukakan pendapat yang cukup ekstrem, yaitu, “Hei, Md. Masa cuma satu BH mu. Gimana kalau nanti (mulai deh kata-kata khasnya keluar) kau terpaksa digotong ke rumah sakit, terus waktu dokternya mau periksa, baju kau dibuka dan dilihatnya BH kau tambalan semua? Apa tak malu kau?”

Tapi, biarpun begitu, nenek gue sebenarnya orangnya cukup perhatian, maka keesokan harinya ia mengajak nenek San-san untuk pergi ke Petisah buat belanja oleh-oleh sekaligus mencari BH untuk nenek Md. Nenek San-san diajak bukan hanya karena dia orang Medan yang lebih tau seluk beluk kota Medan, bukan juga karena dia nenek-nenek preman Medan, tapi karena dia dianggap lebih tau ukuran bra nenek Md. Jadilah mereka memulai petualangan mereka di pasar Petisah. Ternyata benar kata nenek Md, mencari bra ukurannya memang susah. Jadilah nenek gue yang mulai capek sampai di kios bra terakhir. Setelah mengubek-ngubek dagangan pemilik kios, nenek gue menemukan bra yang ukurannya paling besar. Nenek gue pun bertanya pada nenek San-san, kalau-kalau bra tersebut muat untuk nenek Md. Bukannya menjawab nenek San-san malah sibuk meletakan cup bra tersebut ke kepalanya. Jelas saja nenek gue, pemilik kios dan orang-orang yang ada di sekitar situ bingung dan terkikik. Ya iyalah gimana ga kaget coba, ngeliat ada Crayon Sinchan berwujud nenek-nenek keling memakai topi bra di kepalanya?

Sumpah, ini bukan nenek gue

Karena merasa malu, nenek gue pun menanyakan keanehan yang dilakukan nenek San-san, dan mau tau apa jawabannya? Eng ing eng… “Ah, tak muat BH ni buat Kak Md. Buktinya tak muat di kepalaku, ukuran dia sama persis dengan kepalaku. Sudah kuukur kemarin BHnya.”

Gubrak… Nenek gue dan pemilik kios cuma bisa bengong dan geleng-geleng kepala. Ga tau mau ngomong apa lagi sama adik nenek gue yang satu ini. Dimana lagi coba ada orang yang make kepala untuk mengingat ukuran cup bra?

Gue benci sama orang jorok. Oke, gue pribadi sendiri emang bukan orang yang rajin bersih-bersih. Kamar gue pun ada kalanya kayak kapal pecah, semua buku pindah dari rak buku ke meja belajar sampai ga ada lagi tempat di meja buat sekedar nyalain laptop apalagi belajar. Komik dan novel bertumpuk di lemari kecil samping tempat tidur gue, baju yang sudah dipakai sebentar tapi belum kotor ditumpuk gitu aja di atas kursi, lemari baju gue ga beraturan, kaos ditumpuk sama kemeja dan dress, celana jeans ditumpuk sama rok. Tapi satu yang pasti, di kamar gue ga berserakan sampah (oke gue ngaku, kadang-kadang ada jg sih plastik berserakan) dan debu cuma ada di tempat-tempat yang sulit dijangkau dan tidak terlihat, kayak di bawah tempat tidur dan meja dan atas lemari. Seprai kasur gue pun diganti tiap minggu dan bedcovernya tiap sudah kotor. Jendela kamar selalu gue buka tiap hari, supaya udara di kamar gue bisa bertukar dan kamar jadi ga lembab. Mungkin karena nyokap gue orang yang paling bawel lihat rumah berantakan, ditambah lagi gue punya alergi debu dan asma. Dan kebiasaan gue di rumah bikin gue jadi agak malas sama orang jorok.

Ada seorang teman gue yang baik dia maupun keluarganya cuek sama kebersihan, alhasil walaupun gue seneng temenan sama dia, tapi gue paling malas main ke rumahnya, apalagi kamarnya. Pakaian kotor berserakan dimana-mana, seprai tempat tidur jarang diganti walau sudah dekil, bukan karena ga punya seprai lain tapi karena malas. Ditambah lagi kamarnya ga ada jendela dan ac menyala dua puluh empat jam non-stop. Itu semua bikin kamarnya jadi terasa lembab dan suram. Kalau gue lagi di kamarnya, otak khayalan tingkat tinggi gue langsung beraksi, gue ngerasa kalau gue adalah jamur yang hidup di habitat gue (tempat lembab) atau gue ngerasa kalau paru-paru gue isinya sudah jamur dan debu semua.

Lain lagi cerita temen gue yang lain. Temen gue yang satu ini anak kos, yang biarpun cowok tapi gue anggap orangnya cukup rapi. Nah temen gue ini punya kiat jitu kalau kamarnya lagi berantakan. Dia mengajak gue dan temen-temen segeng buat nongkrong di kosannya yang memang menjadi basecamp kami karena kosan dia mengijinkan cewek masuk juga, asal ga macem-macem. Alasannya simpel, karena gue dan salah seorang teman cewek gue ga suka berantakan, jadi setiap mau pulang kami pasti merapikan kamar dia, minimal seprai dan selimutnya. Kurang ajarnya setiap kami di kosannya, dia selalu mengeluh kalau malamya di kamarnya dia jadi banyak rambut, karena rambut cewek jelas lebih mudah rontok dibanding cowok.

Nah, gue punya cerita cukup heboh dengan hal yang berhubungan dengan kejorokan. Suatu hari, gue dan temen gue, Vashty Si Anak Kecil yang Berpikiran Amat Sangat Vulgar, baru mau pulang dari kampus. Rencananya gue mau ngegosip di rumah Vashty. Sebelum pulang, karena laper, kita memutuskan buat beli makanan dulu. Nah, setelah sebungkus nasi goreng sedang dan mie goreng pedas plus kerupuk sudah ada di tangan kami, kami pun memanggil abang tukang taksi.

Taksi pertama yang kami panggil adalah taksi tarif lama berwarna putih. Taksi itu melambat melewati kami. Sialnya waktu kami mengejar taksi itu, eh tuh taksi malah ngeloyor gitu aja. Akhirnya datang taksi kedua, sebuah taksi tarif lama juga berwarna biru dengan lambang kuning tokai. Kami pun bergegas naik karena takut tuh taksi kabur juga. Belum jauh perjalanan, kami baru sadar kalau ternyata taksi itu tidak hanya mengangkut dua penumpang. Seekor anak kecoa muncul dari belakang kursi pak supir. Langsung saja kecoa kecil itu terbang karena kibasan handout yang gue pegang. Masalah selesai? Ternyata belum saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Ternyata bau nasi goreng dan mie goreng kami mengundang perhatian semua penumpang taksi tersebut. Mereka pun tanpa malu-malu menunjukan wajah mereka. Dan kali ini yang muncul bukan cuma anak kecoa seperti mulanya, tapi juga anak, cucu, ibu, bapak, kakek, nenek, om, tante, sepupu, keponakan dan biang kecoa alias BANYAK BANGET! Gue sama Vashty yang emang sebenernya jijik banget sama yang namanya kecoa pun cuma bisa melakukan pencak silat bersenjatakan handout sambil geser sana sini. Sialnya, medengar kericuhan di belakang si supir taksi cuma nanya, “Kenapa mbak?”. Brengseknya, pas kita jawab banyak kecoa tuh tukang taksi malah dengan santainya bilang, “oh kecoa”. MAKSUD LOE??! Secara dia sudah mengangkut puluhan penumpang gelap di taksinya dan dia cuma bereaksi, “oh kecoa”? Apa mungkin tuh kecoa masih saudara sama tuh supir taksi ya, jadi dia ga berani ngusir tuh kecoa. Kali aja dalem hati dia bilang, “Aduh, ibu mertua gue iseng banget sih, gangguin penumpang.” Oh my cat is so cute, kapan sih nih taksi bakal sampai di rumah Vashty, mana macet lagi, Hosh!

;;

Template by:
Free Blog Templates